Powered By Blogger

World

World
Koleksi

Selasa, 21 Juni 2011

MASJID TUA DIJADIKAN PERPUSTAKAAN

MASJID TUA DIJADIKAN PERPUSTKAAN
Oleh : Fery Permadi

A. PENDAHULUAN

Iklan pendidikan gratis yang ditayangkan berbagai stasiun televisi swasta ternyata tidak melegakan dada para orang tua siswa. Bahkan iklan yang mulai ditayangkan sejak bulan April lalu menuai protes keras dari berbagai pihak. Protes itu terkait tiga hal, yaitu ; faktanya pendidikan tidak gratis, fungsi BOS yang tidak efektif karena APBD sejumlah daerah terbatas, dan munculnya stigma dari masyarakat bahwa pendidikan gratis akan berdampak negatif pada kualitas pendidikan itu sendiri. Kondisi pendidikan di Indonesia yang carut marut ini, diperparah dengan rendahnya minat membaca dari masyarakatnya. Hal ini bisa diidentifikasi dari minimnya antusias masyarakat untuk mendatangi perpustakaan terdekat. Dewasa ini, masyarakat kita telah terjerumus ke dalam budaya hidup konsumtif dan hedonistik, sehingga hidup dan kehidupannya terperangkap dalam stagnasi intelektual.
Pendidikan gratis yang pelaksanaanyan setengah hati bukan jalan keluar untuk mencerdaskan kehidupan bangsa ini. Diperlukan perubahan cara berpikir dan tindakan dari masing-masing pihak. Mengoptimalkan peran wadah atau lembaga kemasyarakatan dan keagamaan (perpustakaan masjid) serta memaksimalkan fungsinya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, merupakan sebuah solusi konkrit yang mampu membawa perubahan positif bagi masyarakat.

B. LATAR BELAKANG

Fakta sejarah membuktikan, fungsi masjid di zaman Nabi Muhammad SAW bukan saja sebagai pusat kegiatan ibadah yang bersifat ubudiah, tetapi juga merupakan pusat kegiatan muamalah, baik yang bersifat politik, ekonomi, sosial, pendidikan, budaya maupun pertahanan dan keamanan. Dalam proses sejarah pengembangan dan syiar agama Islam di Indonesia, fungsi masjid dan kegiatan pemerintahan serta kehidupan masyarakat sangat berkaitan erat. Hal ini dibuktikan dengan begitu banyaknya bangunan masjid yang bersebelahan dengan pusat pemerintahan dan alun-alun sebagai pusat aktifitas rakyat. Akan tetapi, masjid yang ada pada saat ini hanya berkisar pada tempat rutinitas ibadah mahdah saja. Sedikit sekali masjid yang memaksimalkan peran dan fungsinya untuk kemajuan jama’ah dan lingkungannnya. Bahkan, yang sangat mengerikan, muncul image di mata masyarakat bahwa masjid dewasa ini dijadikan “sarang” untuk pembinaan dan pelatihan para teroris. Sehingga pada akhirnya minat masyarakat untuk memakmurkan masjid menjadi terkikis. Minimnya perhatian pemerintah, kurangnya tenaga profesional untuk mengurus perpustakaan masjid, “wajah” perpustakaan yang tidak terurus, dan rendahnya antusias masyarakat terhadap perpustakaan masjid, merupakan masalah yang harus dipecahkan bersama-sama. Oleh karena itu, sebagai lambang agama yang memiliki fungsi vital bagi pencerahan spiritual dan peningkatan intelektual serta pengembangan kesalehan sosial, maka masjid harus dikembalikan pada fungsinya semula. Salah satu aspek yang perlu ditonjolkan dari potensi masjid adalah peran dan fungsinya sebagai “kawah candradimukanya” generasi Islam untuk menambah wawasan dan pengetahuan sekaligus pengembangan potensi mereka. Sehingga cahaya Islam yang telah redup bisa bersinar lagi dan mampu menjadi mercusuar peradaban dan kebudayaan dunia.
C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengoptimalkan Peran Masjid Dalam Mencerdaskan Kehidupan Masyarakat.
2. Membangun Budaya Membaca Masyarakat yang Tinggi.
3. Agar mengetahui, dulu masjid tidak hanya dijadikan tempat untuk beribadah, tetapi lebih dari itu, tetapi dengan tujuan yang baik.
D. LANDASAN TEORI
1. Program perpustakaan masjid telah digagas pertama kali oleh Pusat Perpustakaan Islam Indonesia (PPII) di masjid Istiqlal Jakarta pada tahun 1974.
2. Kemudian pada tanggal 18 Mei 1983 di Jakarta didirikan Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M). Organisasi ini merupakan forum komunikasi, konsultasi dan kerjasama antar pesantren dalam usaha mengembangkan diri dan lingkungannya.
3. Selanjutnya program ini didukung dan dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren sejak tahun 2003 sampai sekarang.
E. PEMBAHASAN
MASJID PADA ZAMAN RASULULLAH SAW
Masjid di masa Rasulullah saw bukan hanya sebagai tempat penyaluran emosi religius semata ia telah dijadikan pusat aktivitas umat. Hal-hal yg dapat direkam sejarah tentang fungsi masjid di antaranya
1. Tempat latihan perang. Rasulullah saw mengizinkan ‘Aisyah menyaksikan dari belakang beliau orang-orang Habasyah berlatih menggunakan tombak mereka di Masjid Rasulullah pada hari raya.
2. Balai pengobatan tentara muslim yg terluka. Sa’d bin Mu’adz terluka ketika perang Khandaq maka Rasulullah mendirikan kemah di masjid.
3. Tempat tinggal sahabat yg dirawat.
4. Tempat menerima tamu. Ketika utusan kaum Tsaqif datang kepada Nabi saw beliau menyuruh sahabatnya untuk membuat kemah sebagai tempat perjamuan mereka.
5. Tempat penahanan tawanan perang. Tsumamah bin Utsalah seorang tawanan perang dari Bani Hanifah diikat di salah satu tiang masjid sebelum perkaranya diputuskan.
6. Pengadilan. Rasulullah saw menggunakan masjid sebagai tempat penyelesaian perselisihan di antara para sahabatnya.
Selain hal-hal di atas masjid juga merupakan tempat bernaungnya orang asing musafir dan tunawisma. Di masjid mereka mendapatkan makan minum pakaian dan kebutuhan lainnya. Di masjid Rasulullah ` menyediakan pekerjaan bagi penganggur mengajari yg tidak tahu menolong orang miskin mengajari tentang kesehatan dan kemasyarakatan menginformasikan perkara yg dibutuhkan umat menerima utusan suku-suku dan negara-negara menyiapkan tentara dan mengutus para da’i ke pelosok-pelosok negeri. Masjid Rasulullah saw adalah masjid yg berasaskan taqwa. Maka jadilah masjid tersebut sebuah tempat menimba ilmu menyucikan jiwa dan raga. Menjadi tempat yg memberikan arti tujuan hidup dan cara-cara meraihnya. Menjadi tempat yg mendahulukan praktek kerja nyata sebelum teori. Sebuah masjid yg telah mengangkat esensi kemanusiaan manusia sebagai hamba terbaik di muka bumi.
Melemahnya Fungsi Masjid Saat ini sangat sulit mendapatkan masjid yg difungsikan secara ideal menurut sunnah Rasulullah saw. Secara umum ada dua tipe kecenderungan penyimpangan dalam pengelolaan masjid-masjid zaman sekarang. Pertama pengelolaan masjid secara konvensional. Gerak dan ruang lingkup masjid dibatasi pada dimensi-dimesi vertikal saja sedang dimensi-dimensi horizontal kemasyarakatan dijauhkan dari masjid . Indikasi tipe pengelolaan masjid jenis ini adl masjid tidak digunakan kecuali utk shalat jamaah setelah itu masjid dikunci rapat-rapat. Bahkan terkadang jamaah pun hanya tiga waktu; Maghrib Isya’ dan Shubuh. Tipe lainnya adl pengelolaan masjid yg melewati batasan syara’. Biasanya mereka berdalih utk memberi penekanan pada fungsi sosial masjid tetapi mereka kebablasan. Maka diselenggarakanlah berbagai acara menyimpang di masjid . Misalnya pesta pernikahan dgn pentas musik atau tarian perayaan hari-hari besar Islam dgn ragam acara yg tak pantas diselenggarakan di masjid dan sebagainya. Mereka lbh mengutamakan dimensi sosial -yang ironinya menabrak syari’at Islam- dan tidak mengabaikan fungsi masjid sebagai sarana ibadah dalam arti luas.
Belum lagi tiap masjid akan mempunyai masalah tersendiri yg berbeda dari masjid lainnya. Misalnya masjid kurang terurus jarangnya pengurus dan jamaah sekitarnya yg shalat ke masjid terjadinya perselisihan antar pengurus dalam menentukan kebijaksanaan masjid yg tidak lagi buka 24 jam dan lain sebagainya. Nampaknya faktor internallah yg menjadi penyebab utama terbengkalainya rumah-rumah Allah tersebut. Mengembalikan Risalah Masjid Jumlah masjid di Indonesia pada saat ini sekitar 600.000 buah. Jika umat Islam berjumlah sekitar 160 juta jiwa rata-rata tiap masjid membawahi sekitar 267 jamaah. Ini adl sebuah potensi luar biasa jika dikelola dgn baik.
Untuk mengembalikan dan menunaikan risalah masjid seperti dahulu-kalau memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Modal utamanya adl niat yg ikhlas krn Allah kesungguhan dalam bekerja kemauan dalam berusaha serta mau menghadapi tantangan dan ganjalan yg datang dari dalam maupun dari luar. Secara umum Allah telah memberikan beberapa kriteria yg amat mendasar yg harus dimiliki para pemakmur masjid demi tercapainya risalah masjid. “Sesungguhnya yg memakmurkan masjid-masjid hanyalah orang-orang yg beriman kepada Allah dan hari kemudian serta tetap mendirikan shalat menunaikan zakat dan tidak takut selain kepada Allah maka merekalah orang-orang yg diharapkan termasuk orang-orang yg mendapat petunjuk“.
Merupakan satu langkah mundur jika kepeng-urusan masjid diserahkan kepada orang-orang yg tidak tergolong dalam ayat di atas. Karena itu menggali dan mengkaji kembali perjalanan sejarah masjid-masjid pada masa Rasulullah ` dan generasi pertama umat Islam adl jalan terbaik utk merevitalisasi fungsi masjid. Selanjutnya tidak memilih para pengurus masjid kecuali orang yg dikenal krn ketaqwaan dan pengabdiannya kepada Islam. Ramainya jamaah barometer umum makmurnya sebuah masjid Setiap pengurus masjid hendaknya memulai dalam mengembalikan fungsi masjid dgn menggalakkan kegiatan shalat jamaah lima waktu. Hal itu misalnya dgn terlebih dahulu memahamkan pentingnya shalat berjamaah.
Ibnu Mas’udz berkata “… Dan tidaklah seorang laki-laki berwudhu kemudian ia membaikkan wudhunya lalu menuju ke masjid di antara masjid-masjid ini kecuali Allah menulis tiap langkah yg ia langkahkan satu kebaikan untuknya dan Allah meninggikannya satu derajat serta menghapuskan satu keburukannya karenanya. Dan sesungguhnya kita telah menyaksikan bahwa tidaklah meninggalkan kecuali seorang munafik yg tampak jelas kemunafikannya. Dan sesungguhnya dahulu ada seorang laki-laki yg dipapah oleh dua orang kemudian ia diberdirikan di dalam shaf .” Dari sini lalu dirutinkan kegiatan ta’lim dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya sehingga lambat laun masjid kembali menjadi pusat pembinaan masyarakat Islam.”.
DILIHAT DARI KEMASLAHATANNYA.
Masjid bukan sekadar tempat melakukan ibadah ritual semata. Pada zaman Rasulullah, masjid juga mempunyai banyak fungsi demi kemaslahatan umat. Masjid juga dibangun tak jauh dari lokasi aktivitas sosial umat. Masjid di samping tempat menyelesaikan berbagai persoalan umat juga menjadi pusat pemberdayaan masyarakat. Masjid digunakan sebagai tempat membangun ekonomi dan kesejahteraan melalui baitulmal, dari masjid dikembangkan berbagai kegiatan yang mengarah pada terwujudnya masyarakat madani. Semangat ini pula yang ditekankan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat mersmikan Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) di Semarang, bulan lalu. Menurut Presiden, masjid selain tempat untuk menunaikan ibadah salat juga berfungsi sosial dan dapat didayagunakan memberantas kemiskinan, kebodohan, dan kedangkalan iman. Semangat itu pula yang ditangkap Saifullah Yusuf dan jajarannya untuk memberdayakan masjid demi kemakmuran umat.
PERAN DAN FUNGSI MASJID DALAM ISLAM

Kata "masjid" dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak 28 kali dalam Al-Quranul Karim. Berasal dari akar kata: sajada-yasjudu-sujudan, yang secara etimologis berarti tunduk, patuh dengan mengakui segala kekurangan, kelemahan dihadapan Yang Maha Kuasa dan Sempurna. Rasulullah SAW berkata dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Muslim: “Yang paling dekat keadaan salah seorang diantara kamu dari Tuhannya adalah ketika ia sujud.” Jika sujud adalah situasi dan posisi seorang hamba yang paling dekat dengan Tuhannya, maka masjid (nama tempat) secara bahasa berarti: tempat atau wahana seorang hamba mendekatkan diri kepada Allah Ta`ala (taqarrub). Taqarrub adalah merupakan misi/sasaran inti dari ibadah. Maka, masjid secara etimologis adalah tempat untuk mendekatkan diri pada Allah Ta`ala, disamping ia juga adalah sebagai pusat ibadah, baik mahdhah maupun ghairu mahdhah.
Dengan pendekatan kebahasaan tersebut kita dapat merumuskan bahwa masjid secara terminologis adalah: suatu badan (institusi) yang diperuntukkan sebagai pusat ibadah dari orang-orang mukmin, dimana sentral kegiatan mereka berpusat disana, mulai dari kegiatan menghambakan diri kepada Allah Ta`ala sampai kepada perjuangan hidup yang berdimensi dunia semata. Dari sinilah dapat kita memahami bahwa sebutan masjid, sesungguhnya orientasi fungsinya harus lebih menonjol ketimbang orientasi fisik bangunannya seperti firman Allah Ta`ala dalam surat Al-Isra' dimana tatkala Allah Ta`alamenerangkan peristiwa Isra' nabi Muhammad SAW disebut dari masjid Al-Haram ke masjid Al-Aqsa, padahal secara fisik masjid yang disebutkan belum ada seperti yang dapat kita saksikan sekarang.Salah satu keistimewaan dari syariat Muhammad SAW dibanding nabi lainnya, adalah "seluruh bumi dapat dijadikan masjid". Berangkat dari pengertian-pengertian tadi, kita dapat memahami betapa sentralnya peran masjid di tengah-tengah umat Islam, dia menjadi pusat aktifitas dan kegiatan mereka, baik dalam bentuk ibadah khusus (ritual) maupun ibadah umum (sosial) dan hal-hal ini telah dicontohkan sendiri oleh Rasulullah SAW sejak di masjid Quba sampai di masjid Nabawi di Madinah. Allah berfirman dalam Al-Quran: “Dan sesungguhnya masjid-masjid itu kepunyaan Allah Ta`ala, maka janganlah kamu menyeru seseorang beserta-Nya.” (Q.S. Al-Jin (72):18).
Barangkali berangkat dari ayat inilah, maka muncul sebutan Baitullah (rumah Allah) untuk menyebut masjid. Tentu saja dalam arti kiasan (majazi) bukan berarti secara fisik Allah Ta`alabertempat tinggal di masjid, karena Dia tidak terikat ruang dan waktu. Mengingat artinya adalah kiasan, maka pengertiannya bisa banyak: rumah tempat memohon rahmat Allah, rumah tempat memperoleh rahmat Allah Ta`ala, rumah tempat meminta kepada Allah Ta`ala, dan sebagainya sejauh yang dapat dikandung oleh pengertian peran dan fungsi rumah.
Minimal ada dua konsekuensi logis dari sebutan mesjid sebagai bait Allah Ta`ala:
a. Tidak boleh ada orang, baik individu maupun kelompok yang mengklaim bahwa masjid adalah milik mereka. Karena itu tanah masjid statusnya harus menjadi tanah wakaf, yaitu tanah yang dipindahkan kepemilikannya dari manusia menjadi hak milik Allah Ta`ala.
b. Masjid harus dibangun diatas dasar tauhid dan takwa, sehingga karenanya pantangan utama dan pertama dari peran masjid adalah menjauhkan daripadanya hal-hal yang berbau syirik. Firman Allah dalam Al-Quran: “Sesungguhnya masjid itu dibangun diatas takwa” (Q.S. At-Taubah (9):108). Dalam hadits kita temukan sabda Rasulullah SAW: “Masjid itu rumah tiap-tiap orang beriman.” Yang dimaksud dengan masjid rumah setiap orang mukmin ialah mereka sebagai pemegang amanat dari pemilik mutlaknya yaitu Allah Ta`ala, sehingga mereka itulah yang harus bertanggung jawab terhadap : pengadaannya, pendiriannya, perawatannya , ta'mirnya, pengembangannya, dan pendayagunaannya.
Dari dua sumber syar'i (Allah Ta`ala dan Rasulullah SAW) tentang sebutan masjid dengan mempergunakan kata bait yang berarti rumah, maka pilihan tersebut pasti mengandung makna yang sangat dalam, paling tidak yang dapat kita kemukakan sebagai berikut:
a. Rumah adalah untuk tempat tinggal, tentu bukan untuk sementara, karena itu masjid adalah akan menjadi tempat tinggal yang membangunnya di syurga. (Hadits Nabawi)
b. Rumah adalah tempat berlindung dari bahaya yang mungkin akan membinasakan penghuninya, demikian halnya masjid akan dapat menyelamatkan manusia dari bahaya syirik, maksiat, kebodohan, dan kemiskinan. Tentu saja hal ini akan tercapai kalau masjid sudah difungsikan sesuai tuntunan Islam menjawab tuntutan zaman.
c. Rumah adalah tempat berteduh dari berganti-gantinya cuaca alam, maka demikian pula masjid, dia akan menjadi tempat berteduh dari pengaruh-pengaruh yang negatif terhadap kaum muslimin sebagai penghuninya.
d. Rumah adalah tempat terbina dan tumbuh suburnya kasih sayang diantara penghuni rumah itu, demikian pula masjid adalah tempat terbinanya persaudaraan dan ukhuwah Islamiyah bagi keluarga muslimin penghuninya.
e. Rumah adalah tempat menyusun rencana, tempat start untuk berangkat bekerja dan bertugas dan tempat kembali mengevaluasi hasil yang dicapai, demikian pula masjid, dia harus berfungsi sebagai tempat musyawarah keluarga muslimin, dari sana mereka berangkat berjihad dan berdakwah, dan kesana hasilnya dievaluasi untuk selanjutnya disusun kembali program berikutnya.
f. Rumah adalah tempat leburnya status-status sosial penghuninya yang diperoleh diluar rumah, demikian halnya masjid menjadi tempat leburnya status-status sosial antara jendral dengan kopral, pejabat dengan rakyat, konglomerat dengan yang melarat, melalui ikatan ukhuwah Islamiyah, disana tidak boleh lagi ada sekat-sekat birokrasi yang lazim menjadi pembeda antara si angkuh dan si rendah hati.
g.Rumah adalah tempat berhimpunnya kepentingan yang kadang-kadang berbenturan antara penghuni yang satu dengan lainnya, tetapi harus tetap rukun dengan pimpinan kepala rumah tangga, demikian halnya masjid tempat berhimpunnya berbagai kepentingan jamaahnya. Namun harus tetap harmonis, penuh toleransi, keterbukaan berkat kebijakan imam sang kepala rumah tangga muslimin disitu.
Dari pendekatan sebuatan bait saja, sudah dapat kita bayangkan betapa besar dan strategisnya peran dan fungsi masjid di tengah masyarakat Islam, pendek kata ia menjadi pusat rumah tangga muslimin untuk segala kemaslahatan hidupnya baik dunia maupun akhirat.
Pembinaan masjid meliputi tiga bidang :
a. Idarah, yakni bidang manajemen mulai dari sumber daya manusia sampai kepada perangkat lunak dan keras manajemennya.
b. 'Imarah, yakni bidang pemakmuran masjid berupa kegiatan-kegiatan pelayanan umat atau jamaah, baik yang berkaitan dengan ibadah khusus atau ibadah umum. Dalam Al-Quran Allah Ta`alaberfirman: “Sesungguhnya yang dapat memakmurkan masjid-masjid Allah itu hanyalah:orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari yang akhir orang-orang yang menegakkan shalat dan menunaikan zakat dia tidak takut melainkan hanya kepada Allah, maka mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk” (Q.S. At-Taubah (9):18). Menurut hemat kita, wallahu a'lam, ayat diatas mengisyaratkan bahwa yang dapat memakmurkan masjid itu hanyalah, orang yang beriman kepada Allah Ta`aladan hari akhir, ini menyangkut aspek aqidah, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, menyangkut aspek syariah, sedangkan tidak takut selain kepada Allah Ta`ala, ini adalah aspek akhlak. Dengan demikian, makmur atau tidaknya sebuah masjid, adalah cerminan dari kekuatan aqidah, syariah, dan akhlak jamaah pendukungnya.
Dari ayat diatas kita dapat memahami bahwa, ta'mir yang berkaitan dengan kegiatan masjid harus bertitik tolak dari aqidah, yaitu tauhid, tidak ada syirik, dan ikhlas semata karena Allah Ta`ala, mewujudkan syariah, baik ibadah, muamalah, munakahat, dan jinayat, serta selalu menjunjung tinggi al-akhlakul karimah. Perlu kita garisbawahi bahwa firman Allah Ta`aladiatas menggunakan kata "innama" (hanya), yang dalam 'ilmul ma'ani disebut adawat al-hashr (kata untuk menentukan hanya itu saja, diluar itu tidak bisa), ini menunjukkan bahwa tiga pilar diatas menjadi syarat mutlak untuk makmurnya sebuah masjid.
c. Ri'ayah, yaitu yang menyangkut dengan legalitas bangunan, arsitektur, kebersihan, keindahan, dan segala macam yang berkaitan dengan pembangunan dan perawatan. Kebanyakan yang terjadi di kalangan umat Islam dewasa ini khususnya di Indonesia, membangun masjid lebih hanya sebatas bidang fisiknya saja, sementara masalah manajemen, pemakmuran, serta perawatan luput dari perhatian kebanyakan orang, sehingga terjadilah kesenjangan amat lebar antara ajaran dan pengamalannya. Wallahu a'lam bish-shawab.
MENGOPTIMALKAN PERAN DAN FUNGSI REMAJA MASJID
Perpustakaan masjid yang ada di Indonesia tidak memiliki tenaga profesional, sehingga kualitas kinerjanya tidak maksimal. Sumber daya manusia untuk digunakan sebagai tenaga ahli di perpustakaan masjid sangat minim sekali. Hal ini, dikarenakan minimnya anggaran untuk mengadakan workshop atau pelatihan mengenai peningkatan kualitas pengelola literatur perpustakaan masjid. Mengoptimalkan peran dan fungsi remaja masjid bisa dijadikan solusi untuk menanggulangi krisis pustakawan yang beroperasi di perpustakaan masjid. Tentunya, mereka harus diberikan pelatihan dan keterampilan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perpustakaan. Namun, yang tidak kalah pentingnya dalam membina remaja masjid untuk disiapkan menjadi kader pustakawan perpustakaan masjid adalah pembinaan mental dan karakter mereka, sehingga mereka menjadi pustakawan-pustakawan yang handal dan profesional.
Kader-kader pustakawan masjid yang handal dan professional, harus memiliki sikap dengan konsep AKSI, yaitu :
1. Aktif ; Seorang pustakawan dituntut untuk selalu aktif dalam menjalankan tugasnya sebagai pustakawan masjid. Motivasi dan arahan dari pengelola/ takmir masjid/ pemerintah atau para tokoh agama bisa tercapainya hal ini.
2. Kreatif ; Wajah perpustakaan yang tidak bersih, indah, dan nyaman bisa menggangu ketenangan pengunjung perpustakaan. Oleh karena itu, kreatifitas pustakawan sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan perpustakaan yang kondusif.
3. Simpatik ; Pelayanan kepada pengguna jasa perpustakaan yang dilakukan dengan sepenuh hati akan memikat hati mereka untuk sering mengunjungi perpustakaan. Oleh karenanya, sikap sopan santun dan bertutur kata yang halus, mutlak dimiliki oleh setiap pustakawan masjid.
4. Inovatif ; Persaingan yang terjadi antara perpustakaan diberbagai tempat dan daerah sangat ketat. Sehingga, setiap pengurus dan pengelola harus memiliki terobosan-terobosan baru untuk menghidupkan dan memerdayakan perpustakaan masjid. Pelatihan atau workshop mengenai organisasi dan manajemen perpustakaan wajib diikuti oleh para kader pustakawan masjid.
MENJADIKAN MASJID SEBAGAI PUSAT BACA
Masjid adalah jantung umat. Masjid adalah salah satu pilar meretas kebangkitan umat selain pesantren dan kampus. Keberadaan masjid merupakan poros aktivitas keagamaan di masyarakat. Masjid diharapkan pula menjadi mitra Lembaga pendidikan formal (sekolah) yang memiliki kepedulian terhadap masa depan generasi yang akan datang. Jumlah masjid di Indonesia mencapai lebih dari 700 ribu dan merupakan jumlah terbesar di dunia. Namun bila dicermati, kondisi kaum muslimin saat ini dimana masjid belum difungsikan secara optimal.
Alangkah indahnya jika sekitar 700.000 masjid di Indonesia dapat memberikan jawaban riil atas berbagai permasalahan umat. Setiap kumandang adzan mengalirkan kerinduan umat untuk datang mendekat seperti layaknya fungsi jantung bagi darah. Masjid seharusnya dapat dioptimalkan fungsinya sebagai ruang publik dan pusat peradaban umat. Pemberdayaan perpustakaan masjid merupakan salah satu upaya meningkatkan minat baca masyarakat. Perpustakaan masjid merupakan perpustakaan komunitas yang sangat mudah dijangkau oleh masyarakat sehingga menjadi pusat baca dan sarana mencerdaskan umat. Sejarah keemasan Islam sendiri mencatat dengan tinta emas bagaimana masjid dengan perpustakaannya menjadi pusat pencerahan dan pencerdasan umat.
Di masa pemerintahan Khalifah al-Makmum, beliau merekonstruksi masjid yang tidak terpisah dengan perpustakaan. Di Andalusia saja, pada abad ke-10 terdapat sekitar 20 perpustakaan. Salah satunya, yaitu perpustakaan umum Cordova, telah mampu menyediakan 400.000 judul buku. Padahal, pada empat abad berikutnya, sebuah perpustakaan yang terlengkap di Eropa pada Gereja Canterbury hanya mampu menyediakan 1.800 judul buku. Bahkan, perpustakaan umum di Tripoli mampu menyediakan tiga juta judul buku dan 50.000 eksemplar al-Quran berikut tafsirnya pada abad yang sama. Kini umat Islam ditantang dan bertanggungjawab menjadikan kembali perpustakaan berbasis masjid sebagai media pencerahan dan perncerdasan umat. Perpustakaan masjid merupakan perpustakaan umum yang berada di lingkungan masjid. Koleksi umumnya diutamakan buku-buku ilmu keagamaan (Agama Islam). Bila dipersentasekan, sekitar 60 persen koleksi perpustakaan masjid diisi koleksi ilmu pengetahuan tentang agama islam dan 40 persen berisikan koleksi tentang ilmu-ilmu teknologi.
Sedangkan sasaran yang akan dicapai melalui perpustakaan masjid itu, antara lain untuk memantapkan iman dan ketaqwaan kepada Allah SWT dan juga kecakapan serta keterampilan untuk meningkatkan taraf hidup di berbagai bidang kehidupan melalui ilmu pengetahuan. Perpustakaan masjid yang ideal seharusnya menjalankan fungsi-fungsi perpustakaan. Fungsi perpustakaan tersebut yaitu sebagai tempat mengumpulkan koleksi baik buku, majalah maupun bentuk koleksi lainnya, mendata koleksi yang masuk, mengkategorikan koleksi kedalam kelompok yang sesuai, menyusun koleksi di rak koleksi sesuai dengan pengelompokkannya agar mudah diakses oleh pengunjung, memelihara dan menjaga kondisi fisik koleksi, mengatur distribusi (peminjaman dan pengembalian) koleksi dan menyediakan fasilitas tambahan lainnya yang mendukung kenyamanan pengunjung.
Selain itu perpustakaan juga seharusnya berfungsi sebagai penyelenggara kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan minat baca-tulis pengunjungnya, antara lain menggelar event pameran dan bedah buku. Dengan kata lain, perpustakaan masjid tidak sekedar tempat senggang menunggu waktu sholat, tetapi menampilkan perpustakaan sebagai sarana berkomunikasi, baik dengan sesama jamaah maupun dengan pustakawan, atau menghadirkan pakar dalam mencari tahu sesuatu yang belum dipahami. Namun nasib perpustakaan masjid selama ini masih jauh dari yang diharapkan karena dikelola ala kadarnya. Lemahnya SDM menjadi kendala bagi perpustakaan masjid. Banyak buku-buku di perpustkaan masjid tetap susah diakses oleh masyarakat. sudah saatnya kini dipikirkan pengelolaan perpustakaan masjid yang lebih baik dan lebih efektif.




KESIMPULAN
Jadi, pembahasan dari awal hingga akhir tulisan ini memang tidak ada menyentuh kepada hukum yang mutlak, karena penulis tidak menemukan hukum yang tepat kepada bagaimana dengan masjid tua dijadikan perpustakaan. Penulis hanya menyinggung kepada bagaimana masjid pada zaman Rasulullah saw, dilihat dari kemaslahatannya, peran dan fungsi masjid dalam Islam, mengoptimalkan peran remaja masjid dan menjadikan masjid sebagai pusat baca atau tempat untuk menimba ilmu, karena menimba ilmu bukan hanya di sekolah-sekolah atau perguruan tinggi.
Pada masa Rasulullah saw tidak ada masjid dijadikan perpustakaan, yang ada hanyalah masjid beralih fungsi. Contohnya seperti Rasulullah saw dulu pernah menjadikan masjid sebagai latihan militer, Tempat latihan perang. Rasulullah saw mengizinkan ‘Aisyah menyaksikan dari belakang beliau orang-orang Habasyah berlatih menggunakan tombak mereka di Masjid Rasulullah pada hari raya, pernah juga dijadikan balai pengobatan tentara muslim yg terluka. Sa’d bin Mu’adz terluka ketika perang Khandaq maka Rasulullah mendirikan kemah di masjid, pernah juga dijadikan tempat tinggal sahabat yg dirawat, Tempat menerima tamu. Ketika utusan kaum Tsaqif datang kepada Nabi saw beliau menyuruh sahabatnya untuk membuat kemah sebagai tempat perjamuan mereka, pernah juga dijadikan tempat penahanan tawanan perang. Tsumamah bin Utsalah seorang tawanan perang dari Bani Hanifah diikat di salah satu tiang masjid sebelum perkaranya diputuskan dan Pengadilan. Juga Rasulullah saw menggunakan masjid sebagai tempat penyelesaian perselisihan di antara para sahabatnya.








REFERENSI

http://www.mail-archive.com/assunnah@yahoogroups.com/msg00167.html

http://dewandakwahjakarta.or.id/index.php/buletin/juni/148-juni10.html
http://komunitasamam.wordpress.com/2011/01/31/memberdayakan-masjid/
http://blog.re.or.id/menghidupkan-kembali-risalah-masjid.htm)
http://ikatanwargaislaminalum.com/index.php?option=com_content&view=article&id=217:masjid-di-zaman-rasulullah-saw&catid=35:artikel-islam&Itemid=56

1 komentar:

  1. Shootingercasino
    › shootingercasino › shootingercasino › shootingercasino Shootingercasino is the best online casino in Asia! It is an online casino with the 인카지노 best 제왕 카지노 in-house 메리트 카지노 주소 software and offers a

    BalasHapus